Alamat: Jln. Muhammadiyah II Kelurahan Tondo
Watshaap: 081242067206
Fb: Surahman J Wilade

Selasa, 20 Maret 2018

MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK




A.              Hakikat Model Pembelajaran Saintifik
Model pembelajaran saintifik prses merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktifitas sebagaimana seorang ahli sains. Dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian aktivitas selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah Kulthau, et. all., dalam Abidin (2016:125). Serangkaian aktivitas dimaksud meliputi (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis,  (3) mengumpulkan data,  (4) mengolah data dang menganalisis data, dan (5) membuat kesimpulan.
Model pembelajaran dalam proses saintifik dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran yang memandu siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis data yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan. Guna mampu melaksanakan kegiatan ini, siswa harus dibina kepekaannya terhadap fenomena, ditingkatkan kemampuannya dalam mengajukan pertanyaan, dilatih ketelitiannya dalam mengumpulkan data, dikembangkan kecermatannya dalam mengolah data untuk menjawab pertanyaan, serta dipandu dalam membuat simpulan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
Dalam pandangan Barringer, et al. dalam Abidin (2016:125) pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat. Didukung pendapat tersebut, pembelajaran ini akan melibatkan siswa dalam kegiatan memecahkan masalah yang kompleks melalui curah gagasan, berpikir kreatif, melakukam aktivitas penelitian, dan membangun konseptualisasi pengetahuan.
Berdasarkan pengertian diatas, model pembelajaran sainifik proses dikembangkan dengan berdasar pada konsep penelitian ilmiah. Hal ini berarti proses pembelajaran harus berisi serangkaian aktivitas penelitian yang dilakukan siswa dalam upaya membangun pengetahuan. Konsepsi semacam ini sejalan dengan Trianto (2011:87) bahwa pengalaman belajar yang menunjukkan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Proses memahami informasi faktual dalam konseptual memugkinkan siswa untuk mengambil, mengatur, dan mempertahankan informasi baru tersebut. Ketika informasi faktual dipelajari tanpa kerangka kerja konseptual yang jelas, berbagai iformasi yang dipelajari tersebut biasanya dilupakan dalam waktu singkat.
Sesuai dengan kenyataan bahwa model pembelajaran saintifik sangat berhubungan dengan konsep penelitian ilmiah, upaya memahami model pembelajaran ini dapat dilakukan degan mengkaji konsep penelitian. Pengkajian ini minimalnya berfungsi sebagai landasan dalam merancang pembelajaran saintifik. Dalam pandangan teori penelitian, penelitian dapat dikatakan sebagai poses yang dilakukan untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis data yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan. Penelitian merupakan kegiatan mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data dan mengolah data untuk menjawab oertanyaan dan akhirnya menjawab pertanyaan tersebut.
Sejalan dengan definisi sederhana diatas, Creswell dalam (Abidin, 2016:126) mengatakan bahwa “Research is a process of steps used to collect and analyze information to increased our understanding of topic or issue”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “research is a process in which you engage in a small set of logical steps (1) pose a question, (2) collect data to answer the question, dan (3) present an answer to  the question.”  Pengertian diatas memandang penelitian sebagai tahapan proses yang dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman kita atas topik atau isu tertentu. Penelitian hanya seperangkat tahapan logis yang sederhana mulai dari mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data, dan menjawab pertanyaan.
Dalam bahasa lebih sederhana namun jelas Narbuko dan Achmadi (2009:4) mengemukakan bahwa hasrat ingin tahu manusia akan terpuaskan bila ia sudah memperoleh pengetahuan mengenai apa yang dipertanyakan. Lebih lanjut, Zuriah (2006:1) juga menyatakan hal yang sederhana tentang penelitian bahwa suatu penelitian dirancang dan diarahkan guna memecahkan suatu masalah atau problem statetmen tertentu, pemecahannya berupa jawaban atas suatu masalah. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, penelitian merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan guna memecahkan sebuah masalah. Proses ini harus dilakukan secara hati-hati, sistematis, dan penuh sabar agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menilik beberapa pendapat tentang penelitian diatas, penelitian merupakan sebuah prosedur yang sistematis yang dilakukan untuk memecahkan masalah, memperluas pengetahuan, dan mengembangkan bidang keilmuan yang dikaji. Ini berarti bahwa penelitian bukan sejedar pengalaman, sebab penelitian dilakukan secara sistematis dan terkontrol, bukan sekadar mengumpulkan data, sebab data tersebut harus dianalisis secara cermat, dan juga bukan hanya kegiatan memindahkan informasi, sebab informasi tersebut haruslah dapat dijadikan dasar untuk mengambil sebuah keputusan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, model pembelajaran saintifik merupakan model pembelajaran yang meminjam konsep-konsep penelitian untuk diterapkan dalam pembelajaran. Dengan kata lain, model saintifik pada dasarnya adalah model pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut kemampuan kritis,berpikir kreatif, dan berkomukasi dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa. Penerapan model ini diharapkan akan mampu menghasilkan para peneliti muda dimasa yang akan datang.Harapan ini tentu saja bukan sekadar isapan jempol karena pembelajaran yang dialami siswa senantiasa melibakan siswa untuk melakukan kegiatan penelitian walaupun dalam konteks yang sederhana sekalipun.
Proses meminjam konsep penelitian sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran bukanlah dilakukan tanpa alasan .Ada sejumlah alasan utama mengapa pembelajaran harus dilaksanakannya sebgaimana layaknya kegiatan penelitian. Pertama, peminjam konsep ini dalam  bidang pembelajaran diharapkan mampu membina siswa dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain model pembelajaran saintifik diorientasikan untuk membina siswa agar terampil memecahkan masalah baik masalah yang berhubungan dengan konsep materi pembelajaran dan lebih jauh memecahkan masalah dalam kehidupan nyata siswa.
B.              Karakteristik Model Pembelajaran Saintifik
Model pembelajaran saintifik juga akan sangat bermanfaat bagi siswa dalam hal membina kepekaan siswa terhadap berbagai problematika yang terjadi disekitarnya. Melalui model ini siswa akan dibiasakan untuk mengumpulkan sejumlah informasi, isu-isu penting dan kejadian kontekstual lainnya memlaui kegiatan bertanya, meneliti, dan menalar (Abidin, 2016:128). Berdasarkan keluasan pengetahuan yang diperolehnya siswa lebih lanjut akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi selama mengikuti proses pembelajaran. Rasa percaya diri merupakan hal penting dimiliki siswa agar mereka berani melakukan berbagai aktivitas belajar dan terbiasa dengan menanggung resiko pembelajaran.
Selain ketiga orientasi diatas, model saintifik juga dikembangkan untuk membina kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan berargumentasi. Kemampuan ini akan terbina selama prose pembelajaran sebab siswa akan senantiasa dibiasakan ntuk mengomunikasikan hasil penelitiannya dan akan dibiasakan untuk mempertahankan hasil penelitiannya ketika mendapatkan bantahan-bantahan dari temannya. Pembiasaan berkomunikasi dan berargumentasi ini juga akan memunculkan karakter positif dari diri siswa antara lain bertanggung jawab, santun, toleran, berani, kritis dan etis.
Menurut Abidin (2016:129) model pembelajaran saintifik, sebagaimana penelitian, memiliki beberapa karakteristik khusus dalam penerapannya. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut.
1.       Objektif, artinya pembelajaran senantiasa dilakukan atas objek tertentu dan siswa dibiasakan memberikan penilaian secara objektif terhadap objek tersebut.
2.       Faktual artinya pembelajaran senantiasa dilakukan terhadap masalah-masalah faktual yang terjadi disekitar siswa sehingga siswa dibiasakan untuk menemukan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.       Sistematis artinya pembelajaran dilakukan atas tahapan belajar yang sistematis dan tahapan belajar ini berfungsi sebagai panduan pelaksanaan pembelajaran.
4.       Bermetode artinya dilaksanakan berdasarkan metode pembelajaran ilmiah tertentu yang sudah teruji kebenarannya.
5.       Cermat dan tepat artinya pembelajaran dilakukan untuk membina kecermatan dan ketepatan siswa dalam mengkaji sebuah fenomena atau objek belajar tertentu.
6.       Logis artinya pembelajaran senantiasa mengangkat hal yang masuk akal.
7.       Aktual yakni bahwa pembelajaran senantiasa melibatkan konteks kehidupan anak sebagai sumber belajar yang bermakna.
8.       Disinterested artinya pembelajaran harus dilakukan dengan tidak memihak melainkan benar-benar didasarkan atas capaian belajar siswa yang sebenarnya.
9.       Unsupported opinion artinya pembelajaran tidak dilakukan untuk menumbuhkan pendapat atau opini yang tidk disertai bukti-bukti nyata.
10.    Verifikatif, artinya hasil belajar yang diperoleh siswa dapat diverivikasi kebenarannya dalam arti dikonfirmasikan,direvisi, dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda.
Sejalan dengan karakteristik diatas, Kemendikbud (2013b) menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Lebih lanjut Kemendikbud (2013b) menjelaskan bahwa proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
1.     Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang daat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.     Penjelasan guru, respons peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir berpikir logis.
3.     Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengindentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4.     Mendorong dan menginsiprasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5.     Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
6.     Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.     Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Guna dapat mengimplementasikan model pembelajaran saintifik, pembelajaran harus dikreasi guru dengan menghindari penggunaan berbagai macam cara menemukan kebenaran yang tidak ilmiah. Kemendikbud (2013b) menjelaskan bahwa proses pembelajaran berbasis saintifik harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi  intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah tersebut selanjutnya dijelaskan Kemendikbud (2013b) sebagai berikut.
1.     Intuisi.
Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan invidual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Kemampuan intuitif itu biasanya didapat secara tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun demikian, intuisi sama sekali menafikkan dimensi alur pikir yang sistemik.
2.     Akal  sehat
Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena memang hal itu dapat menunjukkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran.
3.     Prasangka
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-semata atas dasar akal sehat (comon sense) umunya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didominasi kepentingan pelakunya, sering kali mereka mengeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan pengguanaan akal sehat  berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik.
4.     Penemuan coba-coba
Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu manfaatnya bahkan mampu mendorong kreativitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus disertai dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala. Peserta didikpun melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hinga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.
5.     Berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang berpendidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya belum tentu semuanya benar, jika pendapatnya hanya didasari atas pikiran yang logis semata bukan berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliabel.
Berdasarkan pengertian, karakteristik, dan prinsip model pembelajaran saintifik diatas, model ini sangat berhubungan dengan tujuan yang diharapkan pada pembelajaran kurikulum 2013. Dengan kata lain, model pembelajaran saintifik sengaja dikembangkan dalam rangka menumbuhkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Berdasarkan tujuan ini, pembelajaran diharapkan mampu melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi.
C.              Konsep Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
Model pembelajaran saintifik diartikan sebagai model pembelajaran yang dikembangkan dengan berdasar pada pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut, antara lain: (1) meningkatkan kemam­puan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, (3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupa­kan suatu kebutuhan, (4) diperolehnya hasil be­lajar yang tinggi, (5) untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah, dan (6) untuk mengem­bangkan karakter siswa, (Machin, 2014:28-29). Menurut Sufairoh (2016:120) pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.
 Senada dengan definisi ini, sebelum menguraikan komponen model pembelajaran saintifik perlu dipahami dulu konsep pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmih dalam pembelajaran dikemukakan Kemendikbud (2013b) sebagai asumsi atau asiomanilmiah yang melandasi proses pembelajaran. Berdasarkan pengertian pendekatan ini, Kemendikbud (2013b) menyajikan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran secara visual sebagai berikut.
1.    Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga yang relatif banyak,  dan jika tidak terkendali dan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Menurut Abidin (2016:130) kegiatan mengamati dalam dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a.   Menentukan objek seperti apa yang akan diobservasi
b.   Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c.   Menentukan secara jelas data-data yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
d.   Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi.
e.   Menentukan secara jelas bagaimana obsefrvasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
f.    Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara  secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan oeserta didik  dalam observasi tersebut. Ada beberapa tipe pengamat yang dikemukakan Gold dalam Abidin (2016:131) Tipe-tipe pengamat tersebut diklarifikasikannya berdasarkan perannya dalam penelitian kualitatif. Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut.
a.   Pengamat sebagai partisipan sempurna (penuh), yaitu ketika seorang pengamat berperan sebagai partisipan secara sempurna (penuh) dalam observasinya. Identitasnya tidak diketahui oleh individu-individu yang diteliti. Pengamat berinteraksi dengan anggota kelompok sealami mungkin.
b.   Partisipan sebagai pengamat, pada peran ini pengamat berpartisipasi penuh pada aktivitas kelompok yang diteliti. Namun, pengamat menjelaskan bahwa dia sedang meneliti kelompok tersebut.
c.   Pengamat sebagai partisipan, ketika pengamat sebagai partisipan, dia mengindentifikasikan dirinya sebagai pengamat akan tetapi tidak berperan serta dalam aktivitas kelompok yang sedang diteliti.
d.   Pengamat sempurna, pengamat mengobservasi aktivitas suatu kelompok tanpa menjadi bagian dari aktivitas kelompok yang sedang diteliti. Kelompok yang sedang ditelitipun tidak menyadari bahwa mereka sedang teliti.
Setiap peran pengamat memiliki kelebihan. Pada tipe pertama misalnya, pengamat dapat memperoleh gambaran yang paling nyata dari aktivitas kelompok. Pada tipe kedua, pengamat akan memberikan pengaruh kepada kelompok yang diteliti. Pada tipe ketiga hakikatnya mirip dengan tipe kedua. Pada tipe keempat pengamat tidak mempengaruhi kelompok yang sedang diteliti.
Perlu juga dipahami, bahwa observasi dilihat dari pelaksanaannya dapat dipahami dalam beberapa bentuk. Wardani  dalam Abidin (2016:132) mengemukakan beberapa bentuk observasi sebagai berikut.
a.      Observasi Terbuka. Ciri yang dapat dilihat dari bentuk observasi terbuka adalah bahwa pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk merekam fenomena-fenomena yang diselidiki.
b.     Observasi Terfokus. Berbeda halnya dengan observasi terbuka, observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari objek amatan. Fokus yang telah ditetapkan dalam kegiatan observasi menjadi petunjuk atau memberikan arah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan.
c.      Observasi Terstuktur. Berbeda dengan observasi terbuka hanya menggunakan kertas kosong sebagai alat perekam data, observasi terstuktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (v) pada tempat yang disediakan.
d.     Observasi Sistematik. Observasi sistemarik lebihvrinci dari observasi terstruktur dalam kategori data yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal.
Kemendikdub (2013b) selanjutnya menjelaskan bahawa praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru, melengkapi diri dengan alat alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai keperluan. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala dan alat mekanika (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek,objek, atau faktor-faktor yang akan diobservasi. Skala rentang, berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanika berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret tau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a.      Cermat, objektif dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b.     Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan observasi itu dilakukan sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
c.      Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi (Kemendikbud, 2013b).
Adapun ketrampilan pengamatan yang penting dalam IPA menurut Tawil dan Liliana (2014:13) sebagai berikut.
a.      Pengamatan kausal
Pengamatan dalam hal ini meliputi hampir seluruh pertanyaan yang telah dibuat tentang lingkungan sekitar.
b.     Pengamatan kualitas
Pengamatan kualitas menyangkut masalah observasi karakteristik objek-objek, seperti warna, bentuk serta ukurannya.
c.      Pengamatan kuantitas
Pengamatan kuantitas meliputi suatu penunjukkan terhadap standar ukuran, seperti berat, temperatur (suhu), jarak dan sebagainya.
2.     Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Kegiatan bertanya tersebut dikemukakan oleh Tawil dan Liliana (2014:37) yaitu bertanya apa, bagaimana dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan, mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.
Shamdas (2013:3) mengemukakan bahwa bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi, bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir.
Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Aktifitas bertanya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
a.      Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b.     Mendorong danmenginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c.      Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
d.     Menstrukturkan tugas-rugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
e.      Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
f.      Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
g.     Memnbangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
h.     Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespons persoalan yang tiba-tiba muncul.
i.       Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain (Kenendikbud, 2013b).
Menurut Abidin (2016:137) dalam membina siswa agar terampil bertanya, perlu diketahui pula kriteria pertanyaan yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut adalah sebagai berikut.
a.      Singkat dan Jelas
b.     Menginspirsi Jawaban
c.      Memiliki Fokus
d.     Bersifat Probing atau Divergen
e.      Bersifat Validatif atau Penguatan
f.      Memberi Kesempatan Peserta Didik untuk Berpikir Ulang
g.     Merangsang Peningkatan Tuntutan Kemampuan Kognitif
h.     Merangsang Proses Interaksi (Kemendikbud, 2013b)
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pulsa. Sejalan dengan hal ini, guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang rndah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini (Abidin, 2016:137-138).
Tabel 2.1 Kata-kata Kunci Pertanyaan
Tingkatan
Subtingkatan
Kata-kata Kunci Pertanyaan
Kognitif yang lebih rendah
Pengetahuan (knowledge)
-Apa
-Siapa
-Kapan
-Di mana
-Sebutkan
-Jodohkan atau pasangkan
-Persamaan kata
-Golongkan
-Berilah nama
Pemahaman (comprehension)
-Terangkanlah
-Bedakanlah
-Terjemahkanlah
-Simpulkan
-Bandingkan
-Ubahlah
-Berikan interpretasi
Penerapan (application)
-Gunakanlah
-Tunjukkanlah
-Buatlah
-Demonstrasikanlah
-Carilah hubungan
Tulislah contoh
-Siapkanlah
-Klasifikasikanlah
Kognitif yang lebih tinggi
Analisis (analysis)
-Analisislah
-Kemukakan bukti-bukti
-Mengapa
-Identifikasikan
-Tunjukkanlah sebabnya
-Berilah alasan-alasan

Evaluasi (evaluation)
Sintesis (synthesis)
-Ramalkanlah
-Bentuk
-Ciptakanlah
-Susunlah
-Rancanglah
-Tulislah
-Bagaimana kita dapat memecahkan
-Apa yang terjadi seandainya
-Bagaimana kita dapat memperbaiki
-Kembangkan
Evaluasi (evaluation)
-Berilah pendapat
-Alternatif mana yang lebih baik
-Setujukah anda
-Kritiklah
-Berilah alasan
-Nilailah
-Bandingkan
-Bedakanlah


3.     Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru.Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan seistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
       Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu bermanfaat. Istilah menalara disini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasioning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Isliah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja uru dan temannya dikelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini (Kemendikbud, 2013b)..
a.      Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b.     Guru tidak baayak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tuas guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
c.      Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
d.     Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
e.      Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
f.      Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
g.     Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
h.     Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan
4.     Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya peserta didik harus memahami kosep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didikpun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktifitas pembelajaran yang nyata untuk ini menurut Abidin (2016:140) adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasr teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, meganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; (7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar menurut Abidin (2016:140) bahwa (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilakukan murid, (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu perhitungan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan  masalah yang akan dijadikan eksperimen, (6) Membagi kertas kerja murid, (7) Guru melaksanakan eksperimen dengan bimbngn guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
5.     Menganalisis Data dan Menyimpulkan
Kemampuan menganalisis data adalah kemampuan mengkaji data yang telah dihasilkan. Sebagaimana menurut Tawil dan Liliana (2014:37) berkaitan dengan menghubung-hubungkan hasil pengamatan, menemukan pola/keteraturan dalam suatu seri pengamatan. Berdasarkan pengkajian ini, data tersebut selanjutnya dimaknai. Proses pemaknaan data ini melibatkan pengunaan sumber-sumber penelitian lain atau pengetahuan yang sudah ada. Kemampuan menyimpulkan merupakan kemampuan membuat intisari atas seluruh proses kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan. Simpulan biasanya harus menjawab rumusan masalah yang diajukan sebelumnya.
6.     Mengomunikasikan
Kemampuan ini adalah kemampuan menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Tawil dan Liliana (2014:30) kegiatan mengkomunikasikan bertujuan mengkomunikasian proses dan hasil pengamatan/penelitian kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata, grafik, bagan, maupun tabel secara lisan atau tertulis. Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan efektif.
D.              Sintaks Model Pembelajaran Saintifik
Penjelasan pada teori model, sintaks diartikan sebagai tahapan pembelajaran yang harus dilakukan siswa guna mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi ini sintaks model pembelajaran saintifik pada dasarnya merupakan tahapan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan metode ilmiah atau kegiatan penelitian. Oleh sebab itu, sintaks model ini dilandasi oleh langkah kerja penelitian.
Berangkat dari konsepsi diatas, guna memberikan gambaran yang jelas tentang asal mula sintaks model pembelajaran saintifik perlu dikemukakan terlebih dahulu langkah-langkah penelitian. Hal ini perlu dilakukan karena langkah-langkah penelitian inilah yang nantinya akan menjadi jiwa bagi model saintifik. Sejalan dengan hal ini, McMillan dan Schumacher dalam Abidin (2016:142) menyatakan bahwa metode kerja ilmiah terdiri atas empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypothesis to be tested, (3) collect and analyze data, (4) interprete the results and draw conclusions about the problem.
Berdasarkan pendapat tentang langkah penelitian di atas, diketahui bahwa penelitian secara ringkas dapat dilakukan dalam empat tahapan. Dalam rangka menyusun sintaks model saintifik, keempat tahapan kerja ilmiah tersebut diuraikan dan direlevansikan dengan model pembelajaran sebagai berikut.
1.   Identifikasi Masalah
Langkah yang paling awal didalam melaksanakan sebuah penelitian adalah menentukan atau mengidentifikasi masalah. Memilih atau menentukan masalah merupakan tahap yang menentukan bentuk kegiatan yang akan dikerjakan selanjutnya. Tanpa ini, kegiatan penelitian yang dilakukan akan tidak terarah.
    Berdasarkan langkah penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran langkah pertama yang diharus dilakukan siswa adalah menentukan masalah yang akan dioelajari. Berdasarkan langkah ini pembelajaran hendaknya diawali dengan sejumlah masalah baik masalah yang disajikan guru dan yang lebih baik lagi adalah masalah yang dirumuskan oleh siswa sendiri. Sejalan dengan masalah yang disajikan dalam pembelajaran, Fraenkel dan Wallen dalam Abidin (2016:143) mengemukakan bahwa masalah dalam sebuah penelitian, yang dalam hal ini direlevansikan dengan proses pembelajaran, hendaknya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.
a.      Dapat diteliti, artinya masalah yang diajukan dalam pembelajaran hendaknya telah dilengkapi dengan objek yang dapat diamati oleh siswa.
b.     Bermanfaat, artinya masalah dalam pembelajaran hendaknya memberikan dampak yang signifikan terhadap penyelesaian sebuah masalah kontekstual, menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan siswa, dan hal lain yang terkait.
c.      Etis, artinya masalah yang disajikan hendaknya tidak menimbulkan efek buruk pada diri siswa dan oleh karenanya hindari masalah yang terlalu sensitif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d.     Terukur, artinya masalah dalam pembelajaran haruslah dapat diukur sehingga menghasilkan hasil pembelajaran yang jelas dan akurat.
e.      Aktual, artinya masalah yang disajikan dalam pembelajaran memiliki kontribusi positif terhadap diri siswa dalam kehidupan nyatanya.
Berdasarkan karakteristik masalah diatas, masalah dalam model pembelajaran seyogyanya mendorong siswa agar tertarik melakukan pengamatan dan membuat pertanyaan  atas hasil pengamatan  yang dilakukannya. Pertanyaan (rumusan masalah) yang dibuat siswa merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran (rumusan masalah) yang harus siswa dapatkan jawaban setelah melaksanakan seluruh rangkaian pembelajaran berdasarkan pengamatan dan pertanyaan ini selanjutnya siswa terdorong melakukan aktivitas lanjutan hingga tercapai tujuan yang diharapkan.
2.     Membuat Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang diberikan peneliti sebagai hasil kegiatan penalaran berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan. Menurut Narbuko dan Achmadi (2009:14) hipotesis adalah merupakan dugaan sementara yang masih dibuktikan kebenerannya melalui suatu penelitian. Berdasarkan langkah kerja penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran siswa harus menggunakan penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Sumber penalaran yang dapat digunakan siswa dapat beragam baik sumber pustaka yang ada atau lebih baik penalaran yang didasarkan atas skemata atau pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Melalui kegiatan menalar ini, siswa akan dibiasakan berpikir kritis, reflektif, sekalius kreatif.


3.     Mengumpulkan dan Menganalisis Data
Langkah penelitian yang ketiga adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun studi lainnya. Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah guna dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis. Dalam konteks pembelajaran, kegiatan pengumpulan data dapat diwujudkan dalam bentuk aktivitas eksperimen sederhana yang dilakukan siswa atau dalam konteks yang lebih sederhana minimalnya siswa melakukan kegiatan uji coba tertentu. Data hasil uji coba atau eksperimen tersebut selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan dengan menggunakan teknik pengolahan data yang dan relevan dengan kemampuan siswa. Kegiatan eksperimen atau uji coba sederhana dan mengolah data ini akan membina siswa untuk senantiasa bersikap ilmiah dan membiasakan diri untuk berpendapat sesuai dengan data, fakta, atau kenyataan yang sebenarnya.
4.     Menginterpretasi Data dan Membuat Kesimpulan
Setelah data dianalisis, langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan data. Menurut Shamdas (2012:69) merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh sipeneliti dalam memberikan makna terhadap hasil analisis yang telah dihasilkan. Biasanya kegiatan interpretasi adalah kegiatan menghubungkan temuan penelitian dengan penelitian terdahulu ataupun membandingkannya dengan teori yang telah ada. Kegiatan interpretasi juga dapat dilakukan melalui pengecekan keabsahan data dengan cara triangulasi dan selanjutnya menarik sebuah simpulan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam konteks model pembelajaran, kegiatan interpretasi merupakan aktivitas yang dilakukan siswa untuk memaknai hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya. Selayaknya dalam penelitian, pada saat menginterpretasi data siswa dapat menggunakan buku teks atau teori yang telah ada sehingga siswa harus terampil membuat jejaring yang menghubungkan antara hasil penelitian dengan teori yang telah ada. Hasil interpretasi ini adalah simpulan yang dibuat oleh siswa dan selanjutnya menjadi pengetahuan yang benar-benar dikonstruksi oleh siswa sendiri sehingga diyakini akan memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan diperoleh siswa melalui kegiatan menyimak penjelasan guru.
Sebagai kegiatan tindak lanjut siswa juga dapat ditugaskan untuk membuat laporan eksperimen dan melaporkannya didepan kelas atau dipublikasikan dalam bentuk produk yang lain. Sejalan dengan tugas lanjutan ini, kembali siswa harus mampu membangun jejaring antara hasil eksperimennya dengan sarana komunikasi bagi hasil eksperimen tersebut. Dengan kata lain siswa harus memiliki kemampuan tambahan berupa kompetensi menulis, berbicara, atau memublikasikan karya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa sintaks model pembelajaran saintifik sangan berhubungan dengan tahapan penelitian. Walaupun langkah model pembelajaran saintifik dan langkah penelitian memiliki persamaan, dalam konteks pembelajaran sintaks model saintifik tersebut harus tetap didasarkan atas pandangan para ilmuan bukan pandangan para penemu (misalnya bidang teknik). Terhadap hal ini Trilling dan Fadel dalam Abidin (2016:144) menyatakan bahwa ilmuan mendekati dunia dengan pertanyaan sedangkan para penemu dimotivasi oleh masalah yang menantang. Ilmuan akan membuat pertanyaan “Apa yang menyebabkan kanker?” dan selanjutnya mereka akan menggunakan metode penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut dan memverifikasinya. Langkah ini disebut sebagai metode eksperimen saintifik. Disisi lain para penemu akan membat pertanyaan “Apa yang harus dilakukan agar bisa membuat kapal udara yang aman?” dan selanjutnya mereka akan mengembangkan metode untuk mendesain kapal terbang, membuat kapal terbang, dan mengujinya. Atas dasar inilah, langkah-langkah saintifik harus dibedakan dengan langkah-langkah desain teknik.
Berdasarkan cara pandang diatas, Trilling dan Fadel dalam Abidin (2016:144-146) merumuskan sintaks model pembelajaran saintifik sebagai berikut.
1.     Fase 1: Mengajukan pertanyaan
Pada tahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu.   Berdasarkan pengamatannya tersebut siswa membuat pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan penelitian.
2.     Fase 2: Menguji pertanyaan
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan pengujian atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Pengujian dimaksudkan untuk mengetes apakah masalah yang diajukan dapat diteliti (logis), terukur, bermanfaat, etis, dan faktual (tersedia sumber datanya). Hasil kegiatan ini adalah rumusan masalah yang benar-benar layak diteliti.
3.     Fase 3: Membuat Hipotesis
Pada tahap ini siswa membuat jawaban sementara atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Proses membuat hipotesis dilakukan dengan mengoptimalkan pengetahuan awal siswa (skemata) sehingga terjadi proses penalaran deduktif.
4.     Fase 4: Melaksanakan Penelitian/Eksperimen
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan eksperimen atau melakukan serangkaian penelitian sederhana. Bedasarkan kegiatan eksperimen tersebut siswa mengumpulkan data dan mencatat semua data dengan baik dan lengkap.
5.     Fase 5: Menganalisis Data dan Membuat Simpulan
Pada tahap ini siswa menganalisis dan memaknai data hasil penelitian. Proses pemaknaan data dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dengan teori/materi ajar (buku teks) yang telah ada. Selanjutnya siswa membuat simpulan atas hasil kegiatan penelitian yang dilakukannya. Dalam mebuat simpulan siswa dituntut megoptimlakan kemampuan penalaran deduktif sehingga simpulan yang dihasilkan memiliki tingkat kelogisan yang tinggi.

6.     Fase 6: Mencipta dan Mengomunikasikan Laporan
Pada tahap ini siswa menuliskan laporan hsil penelitian. Setelah laporan selesai, perwakilan siswa mengomunikasikan laporan tersebut dimajalh dinding sekoah atau dinding karya yang ada didalam kelas.
Berdasarkan penjelasan di atas, selaku peneliti sintaks ini akan diimplementasikan dalam penelitian tindakan dengan mengikuti setiap tahapannya yaitu 1) mengajukan pertanyaan, 2) menguji pertanyaan, 3) membuat hipotesis, 4) melaksanakan penelitian/eksperimen, 5) menganalisis data dan membuat simpulan dan 6) mencipta dan mengomunikasikan laporan.
Untuk kepentingan penelitian, maka pada tahap 4) melaksanakan penelitian/eksperimen, peneliti hanya mengarahkan dan memfasilitasi siswa untuk mengadakan penelitian pengamatan di lingkungan sekitar. Pada tahap 6) mencipta dan mengkomunikasikan laporan, peneliti hanya akan mengarahkan siswa untuk membuat laporan.










DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Yunus. (2016). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konsteks Kurikulum 2013. Cetakan Ketiga. Bandung: PT Refika Aditama.
Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik.
Machin. (2014). Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman  Karakter dan Konservasi pada Pembelajaran Materi  Pertumbuhan. Jurnal Pendidikan IPA JPII 3 (1) (2014) 28-35 Indonesia. (Online) http://journal. unnes.ac.id/nju/index.php/jpii.
Narbuko C. dan Achmadi A. (2009). Metodologi Penelitian (Memberi Bekal Teoritis pada Mahasiswa tentang Metodologi Penelitian Serta Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar). Jakarta: Bumi Aksara.
Shamdas, Gamar B.N. (2012). Bahan Ajar Pembelajaran Inovatif. Palu: Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum dan Kebijakan Publik (LP2HKP).
Shamdas, Gamar B.N. (2013). Catatan Tentang 8 Keterampilan Mengajar. Palu: Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum dan Kebijakan Publik (LP2HKP).
Sufairoh. (2016). Pendekatan Saintifik & Model Pembelajaran K-13 SMP Negeri 1 Malang. Jurnal Pendidikan Profesional, Volume 5, No. 3, Desember 2016.
Tawil dan Liliana. (2014). Keterampilan-Keterampilan Saind dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Trianto. (2009). Mengembangkan Model-Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Zuriah, Nurul. (2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Teori-Aplikasi). Jakarta: Bumi Aksara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEDEKAH KREATIF

1. Siapkan nasi bungkus dari rumah. Berikan ke orang yang kira-kira membutuhkan seperti pedagang kecil, pengemis, orang gila, pengamen, ana...