A.
Hakikat
Model Pembelajaran Saintifik
Model pembelajaran saintifik
prses merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktifitas sebagaimana
seorang ahli sains. Dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian
aktivitas selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah Kulthau, et. all.,
dalam Abidin (2016:125). Serangkaian
aktivitas dimaksud meliputi (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan
hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) mengolah data dang menganalisis data, dan
(5) membuat kesimpulan.
Model pembelajaran dalam proses
saintifik dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran yang memandu siswa untuk
memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data
yang cermat, dan analisis data yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan.
Guna mampu melaksanakan kegiatan ini, siswa harus dibina kepekaannya terhadap
fenomena, ditingkatkan kemampuannya dalam mengajukan pertanyaan, dilatih
ketelitiannya dalam mengumpulkan data, dikembangkan kecermatannya dalam
mengolah data untuk menjawab pertanyaan, serta dipandu dalam membuat simpulan
sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.
Dalam pandangan Barringer, et al.
dalam Abidin (2016:125) pembelajaran
proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara
sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak
mudah dilihat. Didukung pendapat tersebut, pembelajaran ini akan melibatkan
siswa dalam kegiatan memecahkan masalah yang kompleks melalui curah gagasan,
berpikir kreatif, melakukam aktivitas penelitian, dan membangun konseptualisasi
pengetahuan.
Berdasarkan pengertian diatas,
model pembelajaran sainifik proses dikembangkan dengan berdasar pada konsep
penelitian ilmiah. Hal ini berarti proses pembelajaran harus berisi serangkaian
aktivitas penelitian yang dilakukan siswa dalam upaya membangun pengetahuan.
Konsepsi semacam ini sejalan dengan Trianto (2011:87) bahwa pengalaman belajar
yang menunjukkan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif. Proses memahami informasi faktual dalam konseptual memugkinkan siswa
untuk mengambil, mengatur, dan mempertahankan informasi baru tersebut. Ketika
informasi faktual dipelajari tanpa kerangka kerja konseptual yang jelas,
berbagai iformasi yang dipelajari tersebut biasanya dilupakan dalam waktu
singkat.
Sesuai dengan kenyataan bahwa
model pembelajaran saintifik sangat berhubungan dengan konsep penelitian
ilmiah, upaya memahami model pembelajaran ini dapat dilakukan degan mengkaji
konsep penelitian. Pengkajian ini minimalnya berfungsi sebagai landasan dalam
merancang pembelajaran saintifik. Dalam pandangan teori penelitian, penelitian
dapat dikatakan sebagai poses yang dilakukan untuk memecahkan masalah melalui
kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis
data yang teliti untuk menghasilkan sebuah simpulan. Penelitian merupakan kegiatan
mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data dan mengolah data untuk menjawab
oertanyaan dan akhirnya menjawab pertanyaan tersebut.
Sejalan dengan definisi sederhana
diatas, Creswell dalam (Abidin,
2016:126) mengatakan bahwa “Research is a
process of steps used to collect and analyze information to increased our
understanding of topic or issue”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “research is a process in which you engage
in a small set of logical steps (1) pose a question, (2) collect data to answer
the question, dan (3) present an answer to
the question.” Pengertian
diatas memandang penelitian sebagai tahapan proses yang dilakukan untuk
mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman kita atas
topik atau isu tertentu. Penelitian hanya seperangkat tahapan logis yang
sederhana mulai dari mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data, dan menjawab
pertanyaan.
Dalam bahasa lebih sederhana
namun jelas Narbuko dan Achmadi (2009:4) mengemukakan bahwa hasrat ingin tahu
manusia akan terpuaskan bila ia sudah memperoleh pengetahuan mengenai apa yang
dipertanyakan. Lebih lanjut, Zuriah (2006:1) juga menyatakan hal yang sederhana
tentang penelitian bahwa suatu penelitian dirancang dan diarahkan guna
memecahkan suatu masalah atau problem
statetmen tertentu, pemecahannya berupa jawaban atas suatu masalah. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, penelitian
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan guna
memecahkan sebuah masalah. Proses ini harus dilakukan secara hati-hati,
sistematis, dan penuh sabar agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menilik beberapa pendapat tentang
penelitian diatas, penelitian merupakan sebuah prosedur yang sistematis yang
dilakukan untuk memecahkan masalah, memperluas pengetahuan, dan mengembangkan
bidang keilmuan yang dikaji. Ini berarti bahwa penelitian bukan sejedar
pengalaman, sebab penelitian dilakukan secara sistematis dan terkontrol, bukan
sekadar mengumpulkan data, sebab data tersebut harus dianalisis secara cermat,
dan juga bukan hanya kegiatan memindahkan informasi, sebab informasi tersebut
haruslah dapat dijadikan dasar untuk mengambil sebuah keputusan.
Berdasarkan beberapa pengertian
diatas, model pembelajaran saintifik merupakan model pembelajaran yang meminjam
konsep-konsep penelitian untuk diterapkan dalam pembelajaran. Dengan kata lain,
model saintifik pada dasarnya adalah model pembelajaran yang dilandasi
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan
siswa memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut
kemampuan kritis,berpikir kreatif, dan berkomukasi dalam upaya meningkatkan
pemahaman siswa. Penerapan model ini diharapkan akan mampu menghasilkan para
peneliti muda dimasa yang akan datang.Harapan ini tentu saja bukan sekadar
isapan jempol karena pembelajaran yang dialami siswa senantiasa melibakan siswa
untuk melakukan kegiatan penelitian walaupun dalam konteks yang sederhana
sekalipun.
Proses meminjam konsep penelitian
sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran bukanlah dilakukan tanpa alasan .Ada
sejumlah alasan utama mengapa pembelajaran harus dilaksanakannya sebgaimana
layaknya kegiatan penelitian. Pertama, peminjam konsep ini dalam bidang pembelajaran diharapkan mampu membina
siswa dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain model pembelajaran saintifik
diorientasikan untuk membina siswa agar terampil memecahkan masalah baik
masalah yang berhubungan dengan konsep materi pembelajaran dan lebih jauh
memecahkan masalah dalam kehidupan nyata siswa.
B.
Karakteristik
Model Pembelajaran Saintifik
Model pembelajaran saintifik juga
akan sangat bermanfaat bagi siswa dalam hal membina kepekaan siswa terhadap
berbagai problematika yang terjadi disekitarnya. Melalui model ini siswa akan
dibiasakan untuk mengumpulkan sejumlah informasi, isu-isu penting dan kejadian
kontekstual lainnya memlaui kegiatan bertanya, meneliti, dan menalar (Abidin,
2016:128). Berdasarkan keluasan pengetahuan yang diperolehnya siswa lebih
lanjut akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi selama mengikuti proses
pembelajaran. Rasa percaya diri merupakan hal penting dimiliki siswa agar
mereka berani melakukan berbagai aktivitas belajar dan terbiasa dengan
menanggung resiko pembelajaran.
Selain ketiga orientasi diatas, model
saintifik juga dikembangkan untuk membina kemampuan siswa dalam berkomunikasi
dan berargumentasi. Kemampuan ini akan terbina selama prose pembelajaran sebab
siswa akan senantiasa dibiasakan ntuk mengomunikasikan hasil penelitiannya dan
akan dibiasakan untuk mempertahankan hasil penelitiannya ketika mendapatkan bantahan-bantahan
dari temannya. Pembiasaan berkomunikasi dan berargumentasi ini juga akan
memunculkan karakter positif dari diri siswa antara lain bertanggung jawab,
santun, toleran, berani, kritis dan etis.
Menurut Abidin (2016:129) model
pembelajaran saintifik, sebagaimana penelitian, memiliki beberapa karakteristik
khusus dalam penerapannya. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Objektif, artinya pembelajaran
senantiasa dilakukan atas objek tertentu dan siswa dibiasakan memberikan
penilaian secara objektif terhadap objek tersebut.
2.
Faktual artinya pembelajaran senantiasa
dilakukan terhadap masalah-masalah faktual yang terjadi disekitar siswa
sehingga siswa dibiasakan untuk menemukan fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.
Sistematis artinya pembelajaran dilakukan
atas tahapan belajar yang sistematis dan tahapan belajar ini berfungsi sebagai
panduan pelaksanaan pembelajaran.
4.
Bermetode artinya dilaksanakan berdasarkan
metode pembelajaran ilmiah tertentu yang sudah teruji kebenarannya.
5.
Cermat dan tepat artinya pembelajaran
dilakukan untuk membina kecermatan dan ketepatan siswa dalam mengkaji sebuah
fenomena atau objek belajar tertentu.
6.
Logis artinya pembelajaran senantiasa
mengangkat hal yang masuk akal.
7.
Aktual yakni bahwa pembelajaran
senantiasa melibatkan konteks kehidupan anak sebagai sumber belajar yang
bermakna.
8.
Disinterested artinya
pembelajaran harus dilakukan dengan tidak memihak melainkan benar-benar
didasarkan atas capaian belajar siswa yang sebenarnya.
9.
Unsupported
opinion
artinya pembelajaran tidak dilakukan untuk menumbuhkan pendapat atau opini yang
tidk disertai bukti-bukti nyata.
10.
Verifikatif, artinya hasil belajar yang
diperoleh siswa dapat diverivikasi kebenarannya dalam arti
dikonfirmasikan,direvisi, dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda.
Sejalan dengan karakteristik
diatas, Kemendikbud (2013b) menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan
berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan
ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran,
penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian,
proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai,
prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Lebih lanjut Kemendikbud (2013b)
menjelaskan bahwa proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria
seperti berikut ini.
1.
Substansi atau materi pembelajaran
berbasis pada fakta atau fenomena yang daat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2.
Penjelasan guru, respons peserta didik,
dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang
serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir berpikir logis.
3.
Mendorong dan menginspirasi peserta
didik mampu berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam
mengindentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi
atau materi pembelajaran.
4.
Mendorong dan menginsiprasi peserta
didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5.
Mendorong dan menginspirasi peserta
didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional
dan objektif dalam merespons substansi atau materi pembelajaran.
6.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Guna dapat mengimplementasikan
model pembelajaran saintifik, pembelajaran harus dikreasi guru dengan
menghindari penggunaan berbagai macam cara menemukan kebenaran yang tidak
ilmiah. Kemendikbud (2013b) menjelaskan bahwa proses pembelajaran berbasis saintifik
harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan
melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis. Sifat-sifat atau nilai-nilai
nonilmiah tersebut selanjutnya dijelaskan Kemendikbud (2013b) sebagai berikut.
1.
Intuisi.
Intuisi
sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional
dan invidual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh
seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Kemampuan intuitif itu
biasanya didapat secara tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun
demikian, intuisi sama sekali menafikkan dimensi alur pikir yang sistemik.
2.
Akal
sehat
Guru dan
peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena
memang hal itu dapat menunjukkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan
akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
3.
Prasangka
Sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-semata atas dasar akal sehat
(comon sense) umunya sangat kuat
dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang
menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didominasi kepentingan
pelakunya, sering kali mereka mengeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu
luas. Hal inilah yang menyebabkan pengguanaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau pemikiran
skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah secara
baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau sikap tidak percaya,
jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik.
4.
Penemuan coba-coba
Tindakan
atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna.
Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba-coba
selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak
bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu manfaatnya bahkan mampu
mendorong kreativitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan
dilakukan, harus disertai dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan
menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba
meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer
laptop itu menyala. Peserta didikpun melihat lambang tombol yang menyebabkan
komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hinga dia sampai
pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa
memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.
5.
Berpikir kritis
Kemampuan
berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga
jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki
oleh orang yang berpendidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya belum
tentu semuanya benar, jika pendapatnya hanya didasari atas pikiran yang logis
semata bukan berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliabel.
Berdasarkan pengertian,
karakteristik, dan prinsip model pembelajaran saintifik diatas, model ini
sangat berhubungan dengan tujuan yang diharapkan pada pembelajaran kurikulum
2013. Dengan kata lain, model pembelajaran saintifik sengaja dikembangkan dalam
rangka menumbuhkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Berdasarkan
tujuan ini, pembelajaran diharapkan mampu melahirkan siswa yang produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terintegrasi.
C.
Konsep
Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
Model pembelajaran saintifik
diartikan sebagai model pembelajaran yang dikembangkan dengan berdasar pada
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan
tersebut, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi, (2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, (3) terciptanya kondisi
pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan,
(4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi, (5) untuk melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah, dan (6) untuk
mengembangkan karakter siswa, (Machin, 2014:28-29). Menurut Sufairoh
(2016:120) pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan
ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada informasi searah dari guru.
Senada dengan definisi ini, sebelum
menguraikan komponen model pembelajaran saintifik perlu dipahami dulu konsep
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran.
Pendekatan ilmih dalam pembelajaran dikemukakan Kemendikbud (2013b) sebagai
asumsi atau asiomanilmiah yang melandasi proses pembelajaran. Berdasarkan
pengertian pendekatan ini, Kemendikbud (2013b) menyajikan pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran secara visual sebagai berikut.
1.
Mengamati
Metode mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran
ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga
yang relatif banyak, dan jika tidak
terkendali dan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati
sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta
didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan
materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Menurut Abidin
(2016:130) kegiatan mengamati dalam dalam pembelajaran dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Menentukan
objek seperti apa yang akan diobservasi
b. Membuat
pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c. Menentukan
secara jelas data-data yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
d. Menentukan
dimana tempat objek yang akan diobservasi.
e. Menentukan
secara jelas bagaimana obsefrvasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar.
f. Menentukan
cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video
perekam dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan
observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik
secara secara langsung. Dalam kaitan
ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan oeserta didik dalam observasi tersebut. Ada beberapa tipe
pengamat yang dikemukakan Gold dalam Abidin
(2016:131) Tipe-tipe pengamat tersebut diklarifikasikannya berdasarkan perannya
dalam penelitian kualitatif. Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pengamat
sebagai partisipan sempurna (penuh), yaitu ketika seorang pengamat berperan
sebagai partisipan secara sempurna (penuh) dalam observasinya. Identitasnya
tidak diketahui oleh individu-individu yang diteliti. Pengamat berinteraksi
dengan anggota kelompok sealami mungkin.
b. Partisipan
sebagai pengamat, pada peran ini pengamat berpartisipasi penuh pada aktivitas
kelompok yang diteliti. Namun, pengamat menjelaskan bahwa dia sedang meneliti
kelompok tersebut.
c. Pengamat
sebagai partisipan, ketika pengamat sebagai partisipan, dia
mengindentifikasikan dirinya sebagai pengamat akan tetapi tidak berperan serta
dalam aktivitas kelompok yang sedang diteliti.
d. Pengamat
sempurna, pengamat mengobservasi aktivitas suatu kelompok tanpa menjadi bagian
dari aktivitas kelompok yang sedang diteliti. Kelompok yang sedang ditelitipun
tidak menyadari bahwa mereka sedang teliti.
Setiap
peran pengamat memiliki kelebihan. Pada tipe pertama misalnya, pengamat dapat
memperoleh gambaran yang paling nyata dari aktivitas kelompok. Pada tipe kedua,
pengamat akan memberikan pengaruh kepada kelompok yang diteliti. Pada tipe
ketiga hakikatnya mirip dengan tipe kedua. Pada tipe keempat pengamat tidak
mempengaruhi kelompok yang sedang diteliti.
Perlu
juga dipahami, bahwa observasi dilihat dari pelaksanaannya dapat dipahami dalam
beberapa bentuk. Wardani dalam Abidin (2016:132) mengemukakan
beberapa bentuk observasi sebagai berikut.
a.
Observasi Terbuka. Ciri yang dapat
dilihat dari bentuk observasi terbuka adalah bahwa pengamat tidak menggunakan
lembar observasi, melainkan hanya menggunakan teknik-teknik tertentu untuk
merekam fenomena-fenomena yang diselidiki.
b.
Observasi Terfokus. Berbeda halnya
dengan observasi terbuka, observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk
mengamati aspek-aspek tertentu dari objek amatan. Fokus yang telah ditetapkan
dalam kegiatan observasi menjadi petunjuk atau memberikan arah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan.
c.
Observasi Terstuktur. Berbeda dengan
observasi terbuka hanya menggunakan kertas kosong sebagai alat perekam data,
observasi terstuktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dan siap
pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (v) pada tempat yang disediakan.
d.
Observasi Sistematik. Observasi
sistemarik lebihvrinci dari observasi terstruktur dalam kategori data yang
diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi
penguatan verbal dan nonverbal.
Kemendikdub
(2013b) selanjutnya menjelaskan bahawa praktik observasi dalam pembelajaran
hanya akan efektif jika peserta didik dan guru, melengkapi diri dengan alat
alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam
objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan
objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai keperluan. Secara
lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat
berupa daftar cek (checklist), skala
rentang (rating scale), catatan
anekdotal (anecdotal record), catatan
berkala dan alat mekanika (mechanical
device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama
subjek,objek, atau faktor-faktor yang akan diobservasi. Skala rentang, berupa
alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan
anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai
kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang
diobservasi. Alat mekanika berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk
memotret tau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran
disajikan berikut ini.
a.
Cermat, objektif dan jujur serta
terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b.
Banyak atau sedikit serta homogenitas
atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit
kegiatan observasi itu dilakukan sebelum observasi dilaksanakan, guru dan
peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur
pengamatan.
c.
Guru dan peserta didik perlu memahami
apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat
catatan atas perolehan observasi (Kemendikbud, 2013b).
Adapun
ketrampilan pengamatan yang penting dalam IPA menurut Tawil dan Liliana
(2014:13) sebagai berikut.
a.
Pengamatan kausal
Pengamatan
dalam hal ini meliputi hampir seluruh pertanyaan yang telah dibuat tentang
lingkungan sekitar.
b.
Pengamatan kualitas
Pengamatan
kualitas menyangkut masalah observasi karakteristik objek-objek, seperti warna,
bentuk serta ukurannya.
c.
Pengamatan kuantitas
Pengamatan
kuantitas meliputi suatu penunjukkan terhadap standar ukuran, seperti berat,
temperatur (suhu), jarak dan sebagainya.
2.
Menanya
Guru
yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Kegiatan bertanya
tersebut dikemukakan oleh Tawil dan Liliana (2014:37) yaitu bertanya apa,
bagaimana dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan, mengajukan pertanyaan
yang berlatar belakang hipotesis.
Shamdas
(2013:3) mengemukakan bahwa bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta
respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang diberikan dapat berupa
pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi,
bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir.
Pada
saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya,
ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan
pembelajar yang baik.
Aktifitas
bertanya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
a.
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat,
dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b.
Mendorong danmenginspirasi peserta didik
untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya
sendiri.
c.
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta
didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
d.
Menstrukturkan tugas-rugas dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan,
dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
e.
Membangkitkan keterampilan peserta didik
dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,
sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
f.
Mendorong partisipasi peserta didik
dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik
simpulan.
g.
Memnbangun sikap keterbukaan untuk
saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosakata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
h.
Membiasakan peserta didik berpikir
spontan dan cepat, serta sigap dalam merespons persoalan yang tiba-tiba muncul.
i.
Melatih kesantunan dalam berbicara dan
membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain (Kenendikbud, 2013b).
Menurut
Abidin (2016:137) dalam membina siswa agar terampil bertanya, perlu diketahui
pula kriteria pertanyaan yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut
adalah sebagai berikut.
a.
Singkat dan Jelas
b.
Menginspirsi Jawaban
c.
Memiliki Fokus
d.
Bersifat Probing atau Divergen
e.
Bersifat Validatif atau Penguatan
f.
Memberi Kesempatan Peserta Didik untuk
Berpikir Ulang
g.
Merangsang Peningkatan Tuntutan
Kemampuan Kognitif
h.
Merangsang Proses Interaksi
(Kemendikbud, 2013b)
Pertanyaan guru yang baik dan
benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar
pulsa. Sejalan dengan hal ini, guru harus memahami kualitas pertanyaan,
sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai
dari yang rndah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan
tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut
ini (Abidin, 2016:137-138).
Tabel
2.1 Kata-kata Kunci Pertanyaan
Tingkatan
|
Subtingkatan
|
Kata-kata
Kunci Pertanyaan
|
Kognitif
yang lebih rendah
|
Pengetahuan
(knowledge)
|
-Apa
-Siapa
-Kapan
-Di
mana
-Sebutkan
-Jodohkan
atau pasangkan
-Persamaan
kata
-Golongkan
-Berilah
nama
|
Pemahaman
(comprehension)
|
-Terangkanlah
-Bedakanlah
-Terjemahkanlah
-Simpulkan
-Bandingkan
-Ubahlah
-Berikan
interpretasi
|
|
Penerapan
(application)
|
-Gunakanlah
-Tunjukkanlah
-Buatlah
-Demonstrasikanlah
-Carilah
hubungan
Tulislah
contoh
-Siapkanlah
-Klasifikasikanlah
|
|
Kognitif
yang lebih tinggi
|
Analisis
(analysis)
|
-Analisislah
-Kemukakan
bukti-bukti
-Mengapa
-Identifikasikan
-Tunjukkanlah
sebabnya
-Berilah
alasan-alasan
|
Evaluasi
(evaluation)
|
Sintesis
(synthesis)
|
-Ramalkanlah
-Bentuk
-Ciptakanlah
-Susunlah
-Rancanglah
-Tulislah
-Bagaimana
kita dapat memecahkan
-Apa
yang terjadi seandainya
-Bagaimana
kita dapat memperbaiki
-Kembangkan
|
Evaluasi
(evaluation)
|
-Berilah
pendapat
-Alternatif
mana yang lebih baik
-Setujukah
anda
-Kritiklah
-Berilah
alasan
-Nilailah
-Bandingkan
-Bedakanlah
|
3.
Menalar
Istilah
“menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang
dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik
merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru.Penalaran adalah proses berpikir
yang logis dan seistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah
tidak selalu bermanfaat. Istilah menalara disini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan
dari reasioning, meski istilah ini
juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar
dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Isliah
asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan
sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai
intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan
melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja uru dan
temannya dikelas.
Bagaimana
aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas
pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara berikut ini (Kemendikbud, 2013b)..
a.
Guru menyusun bahan pembelajaran dalam
bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b.
Guru tidak baayak menerapkan metode
ceramah atau metode kuliah. Tuas guru adalah memberi instruksi singkat tapi
jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara
simulasi.
c.
Bahan pembelajaran disusun secara
berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah)
sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
d.
Kegiatan pembelajaran berorientasi pada
hasil yang dapat diukur dan diamati.
e.
Setiap kesalahan harus segera dikoreksi
atau diperbaiki.
f.
Perlu dilakukan pengulangan dan latihan
agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
g.
Evaluasi atau penilaian didasari atas
perilaku yang nyata atau otentik.
h.
Guru mencatat semua kemajuan peserta
didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan
4.
Mencoba
Untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Pada mata pelajaran IPA, misalnya peserta didik harus memahami kosep-konsep IPA
dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didikpun harus memiliki
keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta
mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi
metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktifitas
pembelajaran yang nyata untuk ini menurut Abidin (2016:140) adalah: (1)
menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan
kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia
dan harus disediakan; (3) mempelajari dasr teoritis yang relevan dan
hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5)
mencatat fenomena yang terjadi, meganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik
simpulan atas hasil percobaan; (7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil
percobaan.
Agar
pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar menurut Abidin (2016:140) bahwa (1)
Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilakukan murid, (2) Guru
bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu
perhitungan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan
masalah yang akan dijadikan eksperimen, (6) Membagi kertas kerja murid,
(7) Guru melaksanakan eksperimen dengan bimbngn guru, dan (8) Guru mengumpulkan
hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
5.
Menganalisis
Data dan Menyimpulkan
Kemampuan
menganalisis data adalah kemampuan mengkaji data yang telah dihasilkan. Sebagaimana
menurut Tawil dan Liliana (2014:37) berkaitan dengan
menghubung-hubungkan hasil pengamatan, menemukan pola/keteraturan dalam suatu
seri pengamatan. Berdasarkan pengkajian ini, data tersebut selanjutnya
dimaknai. Proses pemaknaan data ini melibatkan pengunaan sumber-sumber
penelitian lain atau pengetahuan yang sudah ada. Kemampuan menyimpulkan
merupakan kemampuan membuat intisari atas seluruh proses kegiatan penelitian
yang telah dilaksanakan. Simpulan biasanya harus menjawab rumusan masalah yang
diajukan sebelumnya.
6.
Mengomunikasikan
Kemampuan
ini adalah kemampuan menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik
secara lisan maupun tulisan. Menurut Tawil dan Liliana (2014:30) kegiatan
mengkomunikasikan bertujuan mengkomunikasian proses dan hasil
pengamatan/penelitian kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam
bentuk kata-kata, grafik, bagan, maupun tabel secara lisan atau tertulis. Dalam
hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan
efektif.
D.
Sintaks
Model Pembelajaran Saintifik
Penjelasan pada teori model,
sintaks diartikan sebagai tahapan pembelajaran yang harus dilakukan siswa guna
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi ini sintaks model pembelajaran saintifik
pada dasarnya merupakan tahapan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
metode ilmiah atau kegiatan penelitian. Oleh sebab itu, sintaks model ini
dilandasi oleh langkah kerja penelitian.
Berangkat dari konsepsi diatas,
guna memberikan gambaran yang jelas tentang asal mula sintaks model
pembelajaran saintifik perlu dikemukakan terlebih dahulu langkah-langkah
penelitian. Hal ini perlu dilakukan karena langkah-langkah penelitian inilah
yang nantinya akan menjadi jiwa bagi model saintifik. Sejalan dengan hal ini,
McMillan dan Schumacher dalam Abidin
(2016:142) menyatakan bahwa metode kerja ilmiah terdiri atas empat langkah
yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypothesis to be tested, (3) collect and analyze data, (4) interprete the results and draw conclusions
about the problem.
Berdasarkan pendapat tentang
langkah penelitian di atas, diketahui bahwa penelitian secara ringkas dapat
dilakukan dalam empat tahapan. Dalam rangka menyusun sintaks model saintifik,
keempat tahapan kerja ilmiah tersebut diuraikan dan direlevansikan dengan model
pembelajaran sebagai berikut.
1.
Identifikasi
Masalah
Langkah yang
paling awal didalam melaksanakan sebuah penelitian adalah menentukan atau
mengidentifikasi masalah. Memilih atau menentukan masalah merupakan tahap yang
menentukan bentuk kegiatan yang akan dikerjakan selanjutnya. Tanpa ini,
kegiatan penelitian yang dilakukan akan tidak terarah.
Berdasarkan langkah penelitian ini, dalam
konteks model pembelajaran langkah pertama yang diharus dilakukan siswa adalah
menentukan masalah yang akan dioelajari. Berdasarkan langkah ini pembelajaran
hendaknya diawali dengan sejumlah masalah baik masalah yang disajikan guru dan
yang lebih baik lagi adalah masalah yang dirumuskan oleh siswa sendiri. Sejalan
dengan masalah yang disajikan dalam pembelajaran, Fraenkel dan Wallen dalam Abidin (2016:143) mengemukakan
bahwa masalah dalam sebuah penelitian, yang dalam hal ini direlevansikan dengan
proses pembelajaran, hendaknya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut.
a. Dapat
diteliti, artinya masalah yang diajukan dalam pembelajaran hendaknya telah
dilengkapi dengan objek yang dapat diamati oleh siswa.
b. Bermanfaat,
artinya masalah dalam pembelajaran hendaknya memberikan dampak yang signifikan
terhadap penyelesaian sebuah masalah kontekstual, menambah pengetahuan dan wawasan
keilmuan siswa, dan hal lain yang terkait.
c. Etis,
artinya masalah yang disajikan hendaknya tidak menimbulkan efek buruk pada diri
siswa dan oleh karenanya hindari masalah yang terlalu sensitif dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Terukur,
artinya masalah dalam pembelajaran haruslah dapat diukur sehingga menghasilkan
hasil pembelajaran yang jelas dan akurat.
e. Aktual,
artinya masalah yang disajikan dalam pembelajaran memiliki kontribusi positif
terhadap diri siswa dalam kehidupan nyatanya.
Berdasarkan
karakteristik masalah diatas, masalah dalam model pembelajaran seyogyanya
mendorong siswa agar tertarik melakukan pengamatan dan membuat pertanyaan atas hasil pengamatan yang dilakukannya. Pertanyaan (rumusan
masalah) yang dibuat siswa merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran (rumusan
masalah) yang harus siswa dapatkan jawaban setelah melaksanakan seluruh
rangkaian pembelajaran berdasarkan pengamatan dan pertanyaan ini selanjutnya
siswa terdorong melakukan aktivitas lanjutan hingga tercapai tujuan yang
diharapkan.
2.
Membuat
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara yang diberikan peneliti sebagai hasil kegiatan
penalaran berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan. Menurut Narbuko dan
Achmadi (2009:14) hipotesis adalah merupakan dugaan sementara yang masih
dibuktikan kebenerannya melalui suatu penelitian. Berdasarkan langkah kerja
penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran siswa harus menggunakan
penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan
jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Sumber penalaran yang dapat
digunakan siswa dapat beragam baik sumber pustaka yang ada atau lebih baik
penalaran yang didasarkan atas skemata atau pengetahuan awal yang dimiliki
siswa. Melalui kegiatan menalar ini, siswa akan dibiasakan berpikir kritis,
reflektif, sekalius kreatif.
3.
Mengumpulkan
dan Menganalisis Data
Langkah
penelitian yang ketiga adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Kegiatan
pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun studi lainnya.
Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah guna dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis. Dalam
konteks pembelajaran, kegiatan pengumpulan data dapat diwujudkan dalam bentuk
aktivitas eksperimen sederhana yang dilakukan siswa atau dalam konteks yang
lebih sederhana minimalnya siswa melakukan kegiatan uji coba tertentu. Data
hasil uji coba atau eksperimen tersebut selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan
dengan menggunakan teknik pengolahan data yang dan relevan dengan kemampuan
siswa. Kegiatan eksperimen atau uji coba sederhana dan mengolah data ini akan
membina siswa untuk senantiasa bersikap ilmiah dan membiasakan diri untuk
berpendapat sesuai dengan data, fakta, atau kenyataan yang sebenarnya.
4.
Menginterpretasi
Data dan Membuat Kesimpulan
Setelah data
dianalisis, langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan data. Menurut
Shamdas (2012:69) merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kegiatan ini adalah
kegiatan yang dilakukan oleh sipeneliti dalam memberikan makna terhadap hasil
analisis yang telah dihasilkan. Biasanya kegiatan interpretasi adalah kegiatan
menghubungkan temuan penelitian dengan penelitian terdahulu ataupun membandingkannya
dengan teori yang telah ada. Kegiatan interpretasi juga dapat dilakukan melalui
pengecekan keabsahan data dengan cara triangulasi dan selanjutnya menarik
sebuah simpulan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam konteks model
pembelajaran, kegiatan interpretasi merupakan aktivitas yang dilakukan siswa
untuk memaknai hasil penelitian sederhana yang telah dilakukannya. Selayaknya
dalam penelitian, pada saat menginterpretasi data siswa dapat menggunakan buku
teks atau teori yang telah ada sehingga siswa harus terampil membuat jejaring
yang menghubungkan antara hasil penelitian dengan teori yang telah ada. Hasil
interpretasi ini adalah simpulan yang dibuat oleh siswa dan selanjutnya menjadi
pengetahuan yang benar-benar dikonstruksi oleh siswa sendiri sehingga diyakini
akan memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
diperoleh siswa melalui kegiatan menyimak penjelasan guru.
Sebagai kegiatan
tindak lanjut siswa juga dapat ditugaskan untuk membuat laporan eksperimen dan
melaporkannya didepan kelas atau dipublikasikan dalam bentuk produk yang lain.
Sejalan dengan tugas lanjutan ini, kembali siswa harus mampu membangun jejaring
antara hasil eksperimennya dengan sarana komunikasi bagi hasil eksperimen
tersebut. Dengan kata lain siswa harus memiliki kemampuan tambahan berupa
kompetensi menulis, berbicara, atau memublikasikan karya.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa sintaks model pembelajaran saintifik
sangan berhubungan dengan tahapan penelitian. Walaupun langkah model
pembelajaran saintifik dan langkah penelitian memiliki persamaan, dalam konteks
pembelajaran sintaks model saintifik tersebut harus tetap didasarkan atas
pandangan para ilmuan bukan pandangan para penemu (misalnya bidang teknik). Terhadap
hal ini Trilling dan Fadel dalam Abidin
(2016:144) menyatakan bahwa ilmuan mendekati dunia dengan pertanyaan sedangkan
para penemu dimotivasi oleh masalah yang menantang. Ilmuan akan membuat
pertanyaan “Apa yang menyebabkan kanker?” dan selanjutnya mereka akan
menggunakan metode penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut
dan memverifikasinya. Langkah ini disebut sebagai metode eksperimen saintifik.
Disisi lain para penemu akan membat pertanyaan “Apa yang harus dilakukan agar
bisa membuat kapal udara yang aman?” dan selanjutnya mereka akan mengembangkan
metode untuk mendesain kapal terbang, membuat kapal terbang, dan mengujinya.
Atas dasar inilah, langkah-langkah saintifik harus dibedakan dengan
langkah-langkah desain teknik.
Berdasarkan
cara pandang diatas, Trilling dan Fadel dalam
Abidin (2016:144-146) merumuskan sintaks model pembelajaran saintifik
sebagai berikut.
1.
Fase 1:
Mengajukan pertanyaan
Pada tahap ini siswa melakukan
pengamatan terhadap obyek tertentu.
Berdasarkan pengamatannya tersebut siswa membuat pertanyaan yang harus
dijawab melalui kegiatan penelitian.
2.
Fase 2:
Menguji pertanyaan
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan
pengujian atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Pengujian dimaksudkan untuk
mengetes apakah masalah yang diajukan dapat diteliti (logis), terukur,
bermanfaat, etis, dan faktual (tersedia sumber datanya). Hasil kegiatan ini
adalah rumusan masalah yang benar-benar layak diteliti.
3.
Fase 3:
Membuat Hipotesis
Pada tahap ini siswa membuat jawaban
sementara atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Proses membuat hipotesis
dilakukan dengan mengoptimalkan pengetahuan awal siswa (skemata) sehingga
terjadi proses penalaran deduktif.
4.
Fase 4:
Melaksanakan Penelitian/Eksperimen
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan
eksperimen atau melakukan serangkaian penelitian sederhana. Bedasarkan kegiatan
eksperimen tersebut siswa mengumpulkan data dan mencatat semua data dengan baik
dan lengkap.
5.
Fase 5:
Menganalisis Data dan Membuat Simpulan
Pada tahap ini siswa menganalisis dan
memaknai data hasil penelitian. Proses pemaknaan data dapat dilakukan dengan
cara membandingkan hasil analisis dengan teori/materi ajar (buku teks) yang
telah ada. Selanjutnya siswa membuat simpulan atas hasil kegiatan penelitian
yang dilakukannya. Dalam mebuat simpulan siswa dituntut megoptimlakan kemampuan
penalaran deduktif sehingga simpulan yang dihasilkan memiliki tingkat kelogisan
yang tinggi.
6.
Fase 6:
Mencipta dan Mengomunikasikan Laporan
Pada tahap ini siswa menuliskan laporan
hsil penelitian. Setelah laporan selesai, perwakilan siswa mengomunikasikan
laporan tersebut dimajalh dinding sekoah atau dinding karya yang ada didalam
kelas.
Berdasarkan
penjelasan di atas, selaku peneliti sintaks ini akan diimplementasikan dalam
penelitian tindakan dengan mengikuti setiap tahapannya yaitu 1) mengajukan
pertanyaan, 2) menguji pertanyaan, 3) membuat hipotesis, 4) melaksanakan
penelitian/eksperimen, 5) menganalisis data dan membuat simpulan dan 6)
mencipta dan mengomunikasikan laporan.
Untuk
kepentingan penelitian, maka pada tahap 4) melaksanakan penelitian/eksperimen,
peneliti hanya mengarahkan dan memfasilitasi siswa untuk mengadakan penelitian
pengamatan di lingkungan sekitar. Pada tahap 6) mencipta dan mengkomunikasikan
laporan, peneliti hanya akan mengarahkan siswa untuk membuat laporan.
![](file:///C:/Users/Arfa/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Abidin, Yunus. (2016). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konsteks
Kurikulum 2013. Cetakan Ketiga. Bandung: PT Refika Aditama.
Kemdikbud.
(2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah)
dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik.
Machin. (2014). Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman Karakter dan Konservasi pada
Pembelajaran Materi Pertumbuhan. Jurnal Pendidikan IPA JPII 3 (1) (2014) 28-35
Indonesia. (Online) http://journal. unnes.ac.id/nju/index.php/jpii.
Narbuko C. dan Achmadi A. (2009). Metodologi Penelitian (Memberi Bekal
Teoritis pada Mahasiswa tentang Metodologi Penelitian Serta Diharapkan dapat
Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar). Jakarta: Bumi
Aksara.
Shamdas,
Gamar B.N. (2012). Bahan Ajar
Pembelajaran Inovatif. Palu: Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum dan
Kebijakan Publik (LP2HKP).
Shamdas,
Gamar B.N. (2013). Catatan Tentang 8
Keterampilan Mengajar. Palu: Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum dan
Kebijakan Publik (LP2HKP).
Sufairoh.
(2016). Pendekatan Saintifik & Model Pembelajaran K-13 SMP Negeri 1
Malang. Jurnal Pendidikan
Profesional, Volume 5, No. 3, Desember 2016.
Tawil dan Liliana. (2014). Keterampilan-Keterampilan Saind dan
Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar.
Trianto. (2009). Mengembangkan Model-Model Pembelajaran
Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Zuriah, Nurul. (2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
(Teori-Aplikasi). Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar